Hasan dan Husain, Akhir Kisah Berdarah Dua Khalifah Kharismatik

  • Whatsapp
Masjid Quba, masjid pertama di dunia.(Shutterstock)

KABARNUSANTARA.ID – Penobatan Muawiyah Bin Abi Sufyan sebagai khalifah menuai kontroversi. Disisi lain penduduk madinah mengangkat Hasan Bin Ali sebagai Khalifah selanjutnya akan tetapi pengaruh dan kekuatan Hasan Bin Ali kalah dengan dinasti Muawiyah yang berdiri dengan segenap kebesaran marwahnya. Damaskus menjadi saksi bisu akan berdirinya sebuah kekaisaran besar Umayyah.

Selepas pembaiatan Hasan di Madinah tidak berlangsung lama. Kisah yang menuai kontroversial pun terjadi kembali. Hasan Bin Ali meninggal diracun dan menyimpan  rasa sakit yang mendalam bagi sang adik Husein Bin Ali. Terbunuhnya Hasan masih menyimpan banyak misteri akan dalang dibalik peristiwa ini.

Bacaan Lainnya

riwayat yang kuat mengatakan bahwa Ja’dah Binti Asy’ats Bin Qais Al Kindi yang menjadi eksekutor peracunan ini yang tiada lain ialah istri Hasan Bin Ali sendiri. Banyak yang meriwayatkan pula bahwa ini atas ide dan siasat Muawiyah demi menghilangkan jejak Hasan untuk keamanan dan stabilitas kekuasaanya yang dilansir dari umma.id.

Sebelumnya, Hasan memberikan takhta kekhalifahan kepada Muawiyah dengan beberapa prasyarat bahwa sistem pemilihan khalifah setelah Muawiyah nantinya harus dikembalikan ke umat islam, dan Muawiyah melanggarnya. Pembunuhan terhadap Hasan Bin Ali yang dilakukan istrinya ini  karenadiberikan iming iming oleng Muawiyah dengan menikahkan putranya Yazid dengannya.

Kisah yang kelam itu menyakitkan bagi sosok Husein Bin Ali, adik kandung Hasan sekaligus putra kedua Ali Bin Abi Talib. Dari sinilah muncul niatan Husein untuk mengambil alih takhta kekhalifahan karena menganggap Muawiyah telah berkhianat. Akan tetapi hal itu mustahil serta benar adanya Muawiyah sudah kuat dengan segenap pasukannya.

Sepeninggal Muawiyah Bin Abi Sufyan, warisan kekhalifahan jatuh ke tangan Yazid Bin Muawiyah. Sosok pemimpin yang kurang begitu dicintai oleh pengikutnya. Dari sinilah sejarah perpolitikan islam muncul penyimpangan- penyimpangan seperti Korupsi dan Nepotisme. Umat islam dibuat rindu akan gaya kepemimpinan khalifah sesungguhnya, semua pandangan mereka tertuju kepada Husain Bin Ali.

Penduduk Kufah meminta agar Husain bersedia dibaiat menggantikan kekhalifahan Umayyah. Surat dilayangkan kepada Husain yang berada di Madinah untuk bersedia datang ke Kufah dan disambut 100.000 lebih masyarakat untuk membaiatnya.

Kabar ini didengar oleh Yazid dan membuatnya geram. Tentu saja ia tidak tinggal diam. Sedari dulu kekuasaan Umayyah belum bisa benar benar tenang ketika pengikut Ali bin Abi Talib dan keluarganya masih menjadi sorotan oposisi bagi Yazid. Sebelum keberangkatan Husain Bin Ali ke Kufah, banyak sahabat dan masyarakat mencegahnya.

Mereka khawatir akan keselamatan Husain. Karena jika nantinya Husain terbunuh maka terputus ahlul bait Rasul yang menjadi perlindungan masyarakat menghadapi ketidakadilan penguasa. Akan tetapi Husain bersikukuh dan tetap membulatkan tekad untuk berangkat.

Intrik kekuasaan memang selalu menumpahkan darah. Husain Bin Ali bersama rombongan dibantai habis ketika memasuki perbatasan Kufah tepatnya di Karbala. Peristiwa ini terjadi pada 10 Muharram 61 Hijriyah. Penyerangan itu dilakukan oleh Umar Bin Saad Bin Abi Waqash bersama pasukannya.

Peristiwa berdarah ini juga menjadi gerbang pembatas yang semakin kentara antara Sunni dan Syiah. Dan hingga kini dinamika islam dan sekte-sekte yang ada tidak bisa lepas dari motif politik. Dengan demikian dinasti Umayyah semakin kokoh menjadi kekuasaan besar dengan kokohnya sistem politik monarki absolut mereka.

Pos terkait