Head of Corporate Communications Bio Farma Meraih Gelar Doktor Ilmu Komunikasi

  • Whatsapp
N. Nurlaela Arief saat memberikan sambutan sebagai lulusan terbaik Doktor Unpad dengan predikat pujian (Cumlaude)

BANDUNG|KABARNUSANTARA.ID – N. Nurlaela Arief dinyatakan lulus sebagai doktor dengan predikat pujian (Cumlaude), dalam sidang promosi doktor yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, Dr. Dadang Rahmat Hidayat di Gedung Pascasarjana Fikom Unpad, Jatinangor, Jumat siang (07/12). Mempertahankan disertasi dengan judul “Kompleksitas Komunikasi Vaksin di Indonesia: Strategi Komunikasi Pro Vaksin Vs Anti Vaksin”.

Sidang promosi tersebut dihadiri oleh Direktur Utama Bio Farma, M. Rahman Roestan beserta jajaran Direksi serta sejumlah Guru Besar Unpad, Guru besar UNISBA, Fakultas Kedokteran, perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, pimpinan organisasi Perhumas Indonesia dan Forum Humas BUMN, serta praktisi Humas dari BUMN, Swasta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat .

Bacaan Lainnya

N. Nurlaela Arief yang memiliki panggilan akrab Lala yang juga Ketua Perhumas BPC Bandung-Jawa Barat adalah pribadi yang memiliki visi dan passion akan pentingnya pendidikan. Ditengah kesibukanya tugasnya, Lala masih dapat mengikuti jenjang pendidikan tertinggi hingga S3 ilmu komunikasi di Pasca Sarjana UNPAD, bahkan menjadi lulusan tercepat diangkatannya. Setelah sebelumnya meraih jenjang pendidikan S1 di UNPAD dan S2 di MBA ITB.

N. Nurlaela Arief saat berfoto bersama setelah meraih Gelar Doktor dengan predikat pujian (Cumlaude)

Dalam pandangan Lala “Public Relations memiliki peran strategis dalam menyampaikan informasi dan edukasi untuk meyakinkan masyarakat akan isu kesehatan yang positif ditengah isu negatif vaksin palsu, kompleksitas berbagai isu vaksin,  yang sempat melanda Indonesia di tahun 2016 dan tahun 2017.

Public Relations di industri kesehatan sangat penting untuk menumbuhkan pemahaman dan persepsi positif akan sebuah produk hasil industri kesehatan untuk diterima oleh masyarakat. Maka diperlukan pemahaman yang tepat akan strategi, pesan dan media komunikasi untuk pencegahan penyakit menular, termasuk bagaimana merespon saat terjadi krisis komunikasi kesehatan  saat darurat, serta bagaimana melakukan recovery setelahnya.

“Sampai saat ini riset mengenai penanganan kesehatan preventif yang berbasis pada  krisis komunikasi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat, dalam perspektif Public Relations masih terbatas, Dengan berbagai permasalahan dan isu negatif anti-vaksin dan kejadian luar biasa terkait isu kesehatan di Indonesia sepanjang tahun 2016 dan 2017, diperlukan penelitian komprehensif untuk membahas tentang kompleksitas komunikasi kesehatan dalam mengedukasi vaksin di Indonesia,”Papar Lala.

Lala menambahkan, bahwa data riset terbaru di Polandia, Eropa (waszak, et al, 2018), sebanyak 45 persen berita yang beredar di media sosial merupakan fake news, berita palsu yang disebarkan sebanyak 450.000 kali di media sosial, topik yang paling banyak dibahas adalah konten tentang vaksin.

Sedangkan riset di Indonesia (mastel, 2017) pada 2017, berita palsu terutama tentang politik, etnis, ras, agama, dan kesehatan merupakan lima tertinggi yang paling banyak diterima masyarakat.

Dalam riset disertasinya Lala, menemukan 4 model komunikasi sebagai solusi kompleksitas komunikasi vaksin di Indonesia. Dalam risetnya yang menggunakan metode kualitatif dan statistik deskriptif,  serta social listening solution tools, juga menemukan, bahwa kelompok aktif dan pengikut gerakan anti-vaksin merupakan gerakan yang feminism, keunggulan dari riset ini selain mengungkap strategi kelompok anti-vaksin juga mengungkap strategi kelompok pro-vaksin dalam upaya mengimbangi informasi.

Dalam disertasinya, Lala menawarkan strategi komunikasi salah satunya dengan pendekatan Risk Communication Theory dari Covello, yaitu Negative Dominance.  Bahwa hasil riset yang dilakukan pada kelompok pro-vaksin yang menunjukan upaya untuk mengimbangi, hal ini sesuai dengan model negative dominance bahwa untuk mengidentifikasi dua implikasi praktis dalam menyusun pesan: pertama bahwa audiens lebih cenderung mendengar pesan positif jika dilakukan “overbalance”  atau “counterbalance” dibandingkan dengan pesan yang negatif, sehingga untuk mengimbanginya pesan harus disampaikan dengan frekuensi yang lebih besar.

“Penelitian ini memiliki nilai kebaruan dikarenakan kejadian penolakan vaksin terjadi diseluruh dunia, penelitian sebelumnya di Amerika, Australia, Canada, Eropa, Australia  hanya membahas dari pendekatan kelompok anti vaksin, namun penelitian ini secara kompleks membahas strategi komunikasi pro-vaksin, strategi komunikasi anti-vaksin dan menghasilkan model komunikasi untuk meyakinkan masyarakat tentang pentingnya vaksin”Ujarnya.

Media cetak, media online, media sosial dan platform pesan whatsApps sangat mungkin memiliki peran signifikan dalam menyebarkan berbagai berita tidak benar, fake information, ide-ide untuk content kelompok anti-vaksinasi, sehingga membuat gerakan ini bertahan lama dalam skala global.

M. Rahman Roestan, Direktur Utama Bio Farma mengatakan, hasil penelitian doktoral dari N. Nurlaela Arief, memiliki nilai kontributif dan dapat menjadi rujukan penting khususnya  bagi industri kesehatan dan institusi kesehatan yang rentan menghadapi isu-isu negatif. Di era revolusi industry 4.0, dengan melimpahnya informasi dari berbagai sumber  harus dimanage agar pusaran opini publik yang berkembang tidak berdampak negatif bagi citra industri dan institusi kesehatan.

(Tim Redaksi)

Pos terkait