Kepercayaan Kapitayan dan Sunda Wiwitan, Tentang Sejarah Nasi Tumpeung

  • Whatsapp
Ilustrasi nasi tumpeng dengan berbagai lauk. (SHUTTERSTOCK/HUEY MIN)

KABARNUSANTARA.ID – Kamu pasti sudah tak asing dengan tumpeng atau nasi tumpeng. Tumpeng dikenal sebagai makanan masyarakat Jawa yang penyajian nasinya dibentuk kerucut dan ditata bersama dengan lauk-pauknya.

Olahan nasi yang dipakai ada beberapa macam yakni berupa nasi kuning, nasi putih biasa, atau nasi uduk. Travelling Chef Wira Hardiansyah, menjelaskan ada dua versi sejarah mengenai tumpeng. Pertama berasal dari kepercayaan Kapitayan.

Bacaan Lainnya

Kapitayan ini merupakan kepercayaan asli penduduk Jawa kuno, yang memuja Tuhan yang mereka sebut Sanghyang Taya. Arti Sanhyang Taya sendiri adalah hampa atau kosong.

Menurut dia, penganut Kapitayan percaya bahwa kekuatan-kekuatan itu muncul dari titik titik tertentu. Pada titik tertentu seperti pintu inilah yang kemudian diletakkan sesajen oleh masyarakat kapitayan.

“Sesaji ini yaitu ayam, belum diklarifikasi ini ayam hidup atau ayam sudah ada pengorbanan dan keranjang bunga,” ucap Wira, dalam acara webinar virtual Sarasehan Tumpeng, Jumat (11/12/2020) yang dilansir dari Kompas.com.

“Nah, ayam dan keranjang bunga inilah yang disebut dalam buku tersebut tumpeng,” lanjutnya.

Sunda Wiwitan adalah kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur dan bersatu dengan alam. Kepercayaan ini dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.

Wira berujar, sejauh kita mengenal konsep gunung, masyarakat sunda punya dongeng yaitu gunung itu lahir berdasarkan sinergi antara tata surya.

Orang zaman dulu menyebut matahari sebagai Sang Batara Guru atau Agung, dan bumi disebut Dewi Bumi.

Akibat matahari dan bumi itu terus bersinergi maka muncul lah gunung. Maka bagi orang Sunda, gunung dianggap sakral.

“Jadi orang Sunda Wiwitan mensakralkan yang namanya gunung, karena bagi mereka gunung itu ialah Parahyang atau Gunung Agung Batara Guru,” tuturnya.

Ia melanjutkan, bentuk tumpeng bagi orang sunda itu hampir mirip dengan matahari. Bila kuning dari tumpeng dianggap berasal dari agama Hindu, ia menyebytkan sebenarnya tidak.

“Sebetulnya kuning tersebut jauh sebelum Hindu, disimbolkan sebagai warna matahari,”jelasnya.

“Orang Sunda Wiwitan menaruh nasi tumpeng dengan ayam. Ayamnya tidak mati, karena bagi mereka itu pengorbanan. Tapi ayamnya hidup, jadi nasi dan ayam,” pungkas Wira.

Pos terkait