Pawang Hujan Asal Cilawu dan Konser Slank di Makorem

  • Whatsapp
Ma Ineur (kanan) ikut mengawal konser Slank agar acara terhindar dari hujan.

GARUT|KABARNUSANTARA.ID – Bagi sebagian orang, hujan seringkali dianggap sebagai momok yang menakutkan karena kerap mendatangkan bencana, seperti banjir, pohon tumbang, hingga tanah longsor.

Bacaan Lainnya

Namun tidak bagi Ema Minarsih alias Ema Ineur warga Kampung Sawah Lega, Desa Ngamplangsari, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut.  

Ibu ini justru menjadikan musim penghujan sebagai momen mengais rezeki sebanyak mungkin. Tentu, karena Ineur seorang pawang hujan.

Baca juga:

Mayat Bayi dengan Tangan Nyaris Putus di Kebun Cabai Gegerkan Warga Malangbong

Akrab disapa Ineur Mentek, wanita itu sudah 17 tahun menekuni profesi sebagai pawang hujan. Para pengguna jasanya pun tak hanya berasal dari Kabupaten Garut, tapi juga Bandung, Tasik, Jakarta dan daerah lain.

Pada saat konser Slank di Mako Korem 062/Taruma Negara (TN), Jl. Bratayuda, Garut, Minggu (30/6/2019), pawang hujan ini pun dimintai jasanya. Meskipun sekarang sedang musim kemarau sehingga kemungkinan hujan turun sangat kecil, namun pihak penyelenggara rupanya tak mau ambil resiko. Ineur dipanggil agar acara berjalan sesuai rencana.

“Pawang hujan sebenarnya bukan cita-cita Ema. Sebelum menjadi pawang hujan, Ema sempat bekerja sebagai karyawan di suatu perusahaan,” kata wanita kelahiran tahun 1960 itu saat berbincang dengan wartawan Kabarnusantara.id di acara konser Slank di Mako Korem 062/TN.

Namun, tahun 2002 ia memutuskan mengundurkan diri dari perusahaan. Sejak itulah ia mulai menekuni pekerjaannya sebagai pawang hujang.

“Kerja di perusahaan sudah enggak kuat. Setiap hari kerja berat,” cerita Ineur.

“Proyek” pertamanya adalah saat ada kegiatan di Pendopo Garut. Karena kegiatan berlangsung sukses tanpa diganggu hujan, maka sejak itu pula Ineur jadi kebanjiran panggilan.

Pihak yang memanggil Ineur beraneka ragam, mulai dari pejabat pemerintah, akademisi, hingga artis ibu kota. Bahkan sebuah televisi swasta nasional pun, saat menggelar acara panggung musik di Lapangan Kerkof Garut, 29 Juni 2019 kemarin, mengandalkan Ineur agar acara selamat dari hujan.

“Saya enggak punya kemampuan khusus. Kemampuan ini saya peroleh secara turun temurun dari kakek,” ujar Ineur.

Ritual untuk menghindari hujan, lanjutnya, tidak neko-neko. “Enggak butuh kembang sesaji atau jimat,” jelasnya.

Menurutnya, alat yang digunakannya untuk menghindari hujan pun bukan keris atau benda-benda pusaka lainnya, melainkan sebuah senter, air dua ember dan handuk.

“Itulah alat yang digunakan Ema,” bebernya.

Ineur mengaku sebenarnya dirinya tidak bisa menghentikan atau bahkan menolak hujan. Hujan, tegasnya, hanya bisa dikendalikan oleh Sang Maha Pencipta.

Baca juga:

Sukses Kembangankan Kebun Jeruk Eptilu, Rizal Pemuda Asal Cikajang Jadi Duta Petani Muda Asean

“Saya itu hanya berusaha mengendalikan awannya. Jadi kalau pas ada acara awannya terlihat mendung, saya geser ke tempat lain. Kalau menghentikan, apalagi menolak (hujan), jelas enggak bisa. Itu kuasa Gusti Allah,” jelas Ema Ineur.

Berapa tarifnya untuk menyewa jasa Ineur? Tak ada tarif-tarifan, ujar Ineur. Namun kalau rezeki lagi datang, bahkan ada yang membayar hingga jutaan rupiah.

“Kalau lagi sepi, Rp 1 juta per bulan alhamdulillah saya tetap dapat,” kata pawang hujan yang kerap mengenakan jaket, topi dan membawa tas berisi air itu.

Reporter : MD Sumarna
Editor : Mustika

Pos terkait