RUU Ciptaker Tetap Diketok kecewakan buruh, Polisi jadi Perpanjangan Tangan Pebisnis

  • Whatsapp
Rapat Pengesahan UU Cipta Kerja. ©2020 Liputan6.com/Johan Tallo

KABARNUSANTARA.ID – Gelombang penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang telah disahkan DPR menjadi undang-undang terus berlangsung.

Ketua Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menekankan bahwa KASBI yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) tetap menggelar aksi di daerahnya masing-masing dari 6 sampai 8 Oktober 2020.

Bacaan Lainnya

Nining mengemukakan aksi kali penolakan RUU Omnibus Law Ciptaker akan diikuti ribuan buruh yang tersebar di seluruh daerah se Indonesia secara serentak. Mulai dari Jakarta, Serang, Banteng, Karawang, Bekasi, Subang, Indramayu, Purwakarta, Garut, Semarang, Yogyakarta, Solo, Madiun, Gresik, Surabaya, Kalimantan, Lampung, Riau, Sumatera Selatan, dan Sulawesi.

“Ada yang di kawasan Industri, di pabrik- pabrik, sampai pusat pemerintahan. Aksi ini merupakan bentuk kemarahan dan kekecewaan terhadap DPR dan Pemerintah yang buta dan tidak melihat mendengar aspirasi masyarakat mayoritas saat ini,” kata Nining saat dikonfirmasi, Selasa (6/10).

Sementara itu, Nining menyayangkan adanya Surat Telegram Rahasia (STR) dari Kapolri untuk mengantisipasi demonstrasi dan mogok kerja yang rencananya akan dilakukan oleh para buruh pada 6-8 Oktober 2020.

Telegram bernomor STR/645/X/ PAM. 3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020 itu ditandatangani oleh Asops Irjen Imam Sugianto atas nama Kapolri Jenderal Idham Azis. Sebagaimana tertulis dalam surat itu, unjuk rasa di tengah pandemi akan berdampak pada faktor kesehatan, perekonomian, moral dan hukum.

“Nah, untuk di Jakarta kita tetap ada aksi, di kawasan industri dan Tanjung Priok. Dan sebenarnya kalau bicara bahaya Omnibus Law ini jauh lebih berbahaya. Jadi kita sangat menyayangkan adanya telegram yang dikeluarkan oleh Kapolri bagaimana melarang, mengintai, hingga membangun narasi yang kontra,” ungkapnya.

Menurutnya, keterangan polisi semestinya melindungi dan mengayomi masyarakat, bukanlah kemudian menjadi perpanjang tangan pebisnis melalui keputusan pemerintah terkait RUU Omnibus Law Ciptaker.

“Nah justru ini semakin menguatkan kita ada apa sebenarnya yang pemerintah rancang sampai segitunya memerintahkan Kapolri untuk mengeluarkan satu telegram. Kemudian seperti mengancam suara-suara rakyat yang seharusnya demokrasi itu dijamin oleh konstitusi, kemudian dilanggar oleh pemerintah kita sendiri,” katanya.

“Jadi sebenarnya kekuatan hari ini adalah kekuatan anti rakyat, kekuatan anti demokrasi, anti kritik,” tegasnya.
Alasan KASBI Tolak Omnibus Law Ciptaker
Lebih lanjut, Nining menegaskan pihaknya telah sepakat untuk menolak dan sudah tak ingin bernegosiasi terkait RUU Omnibus Law Ciptaker. Karena, menurutnya dalam proses pembuatan undang-undang tersebut sudah tak memiliki itikad baik.

“Dimana pembuatannya sejak dari awal diam-diam, tidak demokratis, bertentangan dengan azas demokrasi negara. Ini yang kemudian menjadi landasan kita menolak,” tuturnya.

Nining menilai pembuatan undang undang seharusnya turut membangun partisipasi publik dan menghasilkan daya guna dan hasil guna dengan lahirnya sebuah aturan.

“Namun RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini tidak membuat daya guna dan hasil guna bagi masyarakat mayoritas. Nah artinya ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial yang justru jauh atas RUU Ciptaker,” ungkapnya.

“Karena RUU Ciptaker ini justru lebih mendorong persoalan lebih ke arah perundingan antara buruh dan pengusaha, sementara pemerintah sebagai penonton melepaskan tanggung jawabnya. Padahal adanya kepastian hukum saja pengusaha dan buruh itu terjadi relasi yang timpang,” sambungnya.

Sumber lain : Merdeka.com

Pos terkait